Breaking News

Jumat, 12 Februari 2016

Meluruskan Konsep Forum Study Islam


Journey1Batusangkar - Dari sekian banyak sebutan terhadap organisasi ini, Forum Studi Islam (FSI) merupakan nama paling populer. Bahkan ketika disebut FSI saja, semua yang mendengarkan telah mempunyai gambaran yang sama tentang apa yang dimaksudkan.

FSI merupakan salah satu kegiatan ekstra-kurikuler yang menjadikan nilai-nilai keislaman sebagai ciri khas organisasi ini dibanding lembaga-lembaga lainnya. Walau bermula dari lingkungan kampus—mahasis­wa, namun sekarang fenomena FSI juga berkembang di sekolah-sekolah. 

Fenomena FSI sedikit ba­nyak telah memberikan nuansa baru dalam kehidupan ma­syarakat muslim di Indonesia, khususnya kalangan mahasiswa. FSI berupaya menjadikan akti­visnya sebagai cerminan lengkap tentang gambaran seorang muslim. Islam tak hanya soal ritual belaka, tapi ritual itu hendaknya memengaruhi ting­kah perilaku pemeluknya untuk hidup islami. Pun demikian dengan ajaran-ajaran Islam lainnya. Kesempurnaan nilai dan luasnya cakupan aturan Islam diyakini sebagai solusi nyata untuk kehi­dupan yang paling baik.
Akan tetapi dalam perja­lanannya memasuki tahun-tahun terakhir ini, organisasi ini tak lebih dari sekadar event orga­nizer yang sibuk mengangkatkan sedikit acara ini dan kegiatan itu sebagai bukti eksistensinya. Sering pula yang sedikit itu tanpa persiapan matang sehingga jauh dari kata sukses hingga sepi peminat. Samar sekali gaungnya menyuarakan kebenaran Islam. Parahnya, kesan kuat bahwa organisasi ini sebagai per­panjangan tangan partai politik tertentu tidak dapat lagi disem­bunyikan.

FSI sebagai pelaku sejarah mau tidak mau juga mengalami proses sejarah. Kemunduran sebagai oposisi kemajuan, meru­pakan fitrah dalam perjalanan kehidupan setiap komunitas. Untuk menjadi pelajaran ber­harga hingga ke depan lebih baik lagi. Setiap peristiwa selalu saja mempunyai hikmah yang dapat dipetik. Terkadang me­mang terlambat untuk men­dulang hikmah sejarah itu, atau sama sekali mengabaikannya karena terlalu sibuk memikirkan masa depan hingga tak sempat sejenak saja menapaktilasi peristiwa masa lampau.

Di antara faktor utama—mungkin juga terutama—penye­bab kemunduran FSI adalah ketidak tahuan para  penggiat atas nama organisasi ini sendiri. Ketidak tahuan terhadap nama ini menunjukkan krisis identitas, sehingga dalam aktivitasnya terjadi kekaburan gerak yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuannya. Padahal untuk meraih keinginan, semestinya disesuaikan dengan kadar ke­mampuan diri. Mengenali kadar diri tak lain tak bukan beranjak dari pengetahuan atas diri sendiri. Nama adalah cerminan sederhana, namun sarat makna.

Apa yang terlintas dalam pikiran jika disebut Forum Studi Islam atau FSI?  Ma­hasiswa berjenggot dan ma­hasiswi berjilbab lebar? Maha­siswa yang tinggi semangat keislamannya? Yang berko­mitmen atas agamanya? Jika jawabannya ya, maka sama sekali tidak salah walau tidak pula sepenuhnya benar. Tak sepenuhnya benar bagaimana? Tak sepenuhnya benar karena jawaban-jawaban tadi  meru­pakan sekilas hasil pengamatan visual saja.

Seharusnya, ketika dise­butkan FSI, pertama kali yang harus dilakukan adalah mema­hami arti harfiah dari FSI itu sendiri. Forum bermakna wadah, tempat bertukar pikiran. Studi berarti pembelajaran atau pengkajian. Islam adala agama keselamatan. Jadi dapat dikata­kan bahwa Forum Studi Islam adalah suatu organisasi yang mengkaji Islam. Pertanyaannya adalah sudahkah FSI dalam kegiatan-kegiatannya mencer­min­kan hal seperti itu?

Sejauh  ini belum ditemukan rancangan kegiatan FSI yang berorientasi pada bidang ke­ilmuan Islam secara rinci. Kalaupun ada itu baru sebatas pada pembentukan wacana, seperti kegiatan tatsqif (majelis ilmu sekali sepekan dengan topik berbeda di setiap perte­muan) dan sejenisnya. Padahal untuk kalangan civitas aka­demika bukan merupakan hal yang sulit jika Islam dipelajari dengan disiplin ilmu tertentu seperti  tujuh dasar keilmuan Islam yang wajib bagi setiap muslim bahasa Arab, ilmu Akidah, ilmu Alquran, ilmu Sunah, ilmu Usul Fikih dan Fikih, serta ilmu Akhlak. Memang demikianlah seha­rusnya.

Akan tetapi, selalu saja ada banyak alasan bagi kalangan terdidik ini sehingga mempe­lajari Islam dengan tujuh disip­lin ilmu di atas dirasa mem­be­ratkan. Tanggung jawab per­kuliahan saja sudah menyita hampir semua waktu. Menjadi sangat menyusahkan bila harus pula menambah tanggungan baru dengan menekuni disiplin-disiplin ilmu tersebut. Belum lagi jika kesibukan lain seperti rapat, mengangkatkan suatu acara, dan sebagainya. Benar-benar terlihat tidak mungkin.
Sejatinya, alasan-alasan itu seharusnya tidak menjadi dalih untuk tidak mempelajari Islam melalui berbagai disiplin ilmu­nya. Sampai kapan pun, selaku penyeru Islam akan selalu saja ada amal dakwah yang memang menyita tenaga, waktu dan pikiran. Lalu kapan akan belajar jika alasan-alasan itu tetap saja diperdengarkan?

Bukankah Alquran berba­hasa Arab? Demikian juga Sunah yang terekam dalam kitab-kitab hadis muktabar. Apatah lagi dengan buah karya para ulama sejak zaman awal Islam hingga masa ini. Hampir semua referensi utama tentang Islam termaktub dalam bahasa Arab, baru sebagian kecil saja yang telah diterjemahkan. Sedangkan karya terjemahan selalu saja tidak sepenuhnya menggambarkan secara utuh sumber aslinya. Islam apa pula yang mau didakwahkan—aktivis FSI menganggap diri mereka sebagai kader dakwah atau dai— jika sekiranya kepahaman Islam yang diperoleh baru sebatas hasil terjemahan dari pihak kesekian?

Anggaplah sudah mempe­lajari dan menguasai bahasa pengantar Islam ini, lalu apakah Alquran dan Sunah sebagai dua sumber mata air Islam dapat begitu saja dibaca, ditelaah dan diamalkan kandungannya? Tentu saja tidak, enam disiplin ilmu lain tadi akan membim­bing bagaimana memahami Islam dengan benar. Agar terhindar dari kedangkalan pemikiran, ketergesa-gesaan dalam menyimpulkan, dan parahnya berujung pada kesesa­tan dan menyesatkan.

Terutamanya untuk kalangan intelektual—mahasiswa, lebih-lebih lagi bagi yang mengaku mengemban amanah dakwah, menjadi pertanyaan mendasar tentang bidang keilmuan lain yang dipelajari dengan detil, melakukan riset ini dan itu, bahkan hingga meraih gelar tertinggi dalam bidang ilmu tersebut, mengapa tidak mela­kukan hal yang sama—seha­rusnya lebih—dalam mempe­lajari agama mulia ini? Apakah merasa cukup dengan penge­tahuan agama yang diperoleh dulunya pada jenjang pendi­dikan dasar? Kemudian ditam­bah secuil materi selama per­kuliahan di universitas? Atau cukuplah taklid saja pada keterangan para ustad?

Apapun pembinaan Islam yang dijalani, terlepas itu FSI atau bukan, ada tiga hal yang menjadi sorotan utama; Perta­ma, apakah para terbina dibekali dengan keilmuan Islam—bukan isu keislaman? Kedua, adakah wadah pembinaan itu mem­punyai program-program yang jelas dalam pengajaran ilmu keislaman tadi? Ketiga, sudah­kah para pembinanya adalah orang-orang yang menguasai dan memahami keilmuan Islam tersebut?

Bisa saja para terbina akan dibekali dengan keilmuan Islam, tetapi wadah itu tidak mempu­nyai program yang jelas untuk mewujudkannya. Boleh jadi para pembinanya adalah mereka yang berpengetahuan, namun tak sedikit pun menggesa yang terbina agar berpengetahuan juga. Tanpa disadari mereka ini menikmati singgasana ketahuan di atas kebodohan pengikutnya.

Jika nuansa keilmuan islam telah benar-benar  hidup dan semarak, maka kemajuan meru­pakan suatu kenicayaan. Islam tak lagi dikenali dari simbol-simbolnya saja, tetapi lebih pada keharmonisan pemahaman yang benar beserta cerimanan akhlak qur’ani. Tentu lebih dahulu dimulai dari para penggiat itu sendiri yang menyerukan pem­ba­haruan peradaban dengan nilai luhur Islam. Diharapkan pe­mimpin-pemimpin harapan masa datang lahir dari rahim organisasi ini. 

Walaupun memang, keke­liruan-kekeliruan pasti saja akan tetap terperbuat dalam per­jalanan mencapai tujuan, namun mampu dihindarkan dengan segera karena kawalan ilmu. Penumpang-penumpang gelap dapat disisihkan. Pun dengan para penunggang yang menya­bo­tase arah dan laju organisasi ini. Pengalaman dari dari kesalahan-kesalahan ini menjadi pelajaran berharga dan ek­spe­rimen aplikatif sebagai pe­nyempurna bekal ilmu yang dalam banyak hal terkesan berkutat pada tataran teoritis belaka.

    Sesungguhnya kebaikan itu hanyalah ada dalam agama Islam. Menjadi pilihan tanpa tawaran lain untuk memaha­minya de­ngan benar. Belajar merupakan cara utama ke arah sana, karena ilmu adalah de­ngan belajar, al ‘ilm bi at-ta’allum. Nabi bersab­da, “Se­siapa yang Allah meng­hendaki padanya kebaikan, maka Dia akan mejadikannya paham tentang agama. Umar menga­takan, “Pelajarilah ilmu (agama) itu sebelum kalian menjadi diangkat menjadi pemimpin. Sungguh para sahabat Nabi tetap menuntut ilmu walau mereka sudah berusia lanjut.” (mats inakri)
Read more ...

Rabu, 03 Februari 2016

Seujung Kuku tuk Hal Yang Berharga


HARI GURU - Tampak kecerian pada wajahnya ketika mereka akan lahir


Batusangkar, Paradise Magz - (25/11),  “Kehadiranmu, bagai pelita dalam gelap gulita, bagai embun di padang gersang, bagai cahaya dalam suramnya malam. Sosok yang tiada henti menyalurkan kasih sayang, ketulusan, dan kelembutan tanpa pamrih, tak terbersit pikiranmu menuntut balas terhadap apa yang telah engkau salurkan, walaupun besar pengorbanan yang kau berikan. Hatimu bagaikan berlian putih berkilau, memancarkan kilauan, dan hati baja yang tak pernah lebur tersentuh api, seakan tak ada goresan nyata di hati bajamu. Betapa mulia dirimu, pahlawan tanpa tanda jasa (guru).
 
Pahlawan tanpa jasa, sebutan khusus yang di persembahkan kepada malaikat pengiring success, yakni guru. Apabila terdapat rumus untuk menghitung banyak kepedihan dan ketulusan yang di berikan guru, tentu rumit untuk mendapatkan kebenaran dari rumus tersebut. Walaupun ada alat hitung sekalipun, takkan bisa memberikan hasil yang sempurna dengan kenyataan yang guru alami.  

Guru memang tidak pernah menuntut bayaran atas berlian yang telah ia berikan, sekalipun berlian itu mahal. Tapi, apakah siswa sanggup menerima hadiah besar itu dengan tangan kanan saja? Tentunya, diperlukan tangan kiri untuk menopang hadiah besar itu. Sulit untuk mendapatkan tangan kiri yang mampu menopang berlian tersebut agar seimbang dan tidak jatuh hancur. Sedikit demi sedikit, tangan kiri tersebut harus mampu melakukannya. Untuk itu, agar tangan kiri siswa dapat menopang pemberian besar dari guru, maka siswa berusaha untuk membalas tujuan baik guru tersebut. 

25 November, adalah peluang baik bagi siswa nusantara untuk menunjukkan kecintaannya terhadap guru. Dimana, tanggal tersebut merupakan ulang tahun guru se-Indonesia. Siswa berlomba-lomba untuk mencari dan melatih tangan kiri yang mampu untuk menyeimbangi hadiah yang selama ini di topang dengan tangan kanan, banyak hal yang dilakukan oleh siswa nasional, terutama SMA 1 Batusangkar.

Perayaan tahun ini,  SMA 1 Batusangkar mengadakan acara unique, yaitu menghias kue dan membuat onde-onde. Apanya yang unique ??? :/ . Menghias kue dan membuat onde-onde adalah kegiatan yang menyangkut wanita. Nahhh... di sini nih yang unique nya, menghias kue masih tetap dilakukan guru-guru perempuan, daaaannn ..... guru laki-lakilah yang mendapat giliran membuat onde-onde. :D :)) . Selain itu, pelepasan balon juga mengisi keunikan dari perayaan tersebut. Saat itu, bayangan-bayangan malaikat tampak dari pancaran senyum dan tawa yang menghiasi wajah lembut sang guru. 

Perayaan kali ini, merupakan perayaan ke puluhan kali lebih yang telah diselenggarakan di SMA 1 Batusangkar. Tentu, ada perubahan yang dirasakan oleh guru maupun siswa dari tiap perayaan tersebut. “Perayaan Hari Guru Nasional 2015 kali ini cukup meriah. Tetapi sebaiknya, upacara juga turut menghiasi kemeriahan tersebut, dimana guru-lah yang menjadi pelaksana upacara tersebut, serta siswa menjadi peserta upacara, dari sanalah siswa bisa mempelajari,  bagaimana pelaksanaan upacara yang baik dan benar,” pendapat tegas Sakirman, salah satu guru SMA 1 Batusangkar.

            Acara perayaan tersebut lancar, tentu diperlukan pengorbanan dari organisasi sekolah (OSIS). Semua kegiatan perayaan tersebut, merupakan rencana dari schedule yang telah disusun. “ Acara perayaan tahun ini, lebih seru, dan semua guru turut berpartisipasi menyemarakkan kegiatan tersebut, walaupun tema yang digunakan pada tahun ini sama dengan perayaan tahun sebelumnya, yaitu bertemakan “masakan, tetapi acara tahun ini lebih bervariasi dan berkreasi, hanya saja, kendala yang timbul adalah waktu, dimana tidak sesuai dengan yang direncanakan. Saran kami untuk kedepannya, lebih ditingkatkan lagi, mempersiapkan sarana dan prasarana lebih baik lagi, dan tepat waktu dalam pelaksanaan,” pernyataan manis salah satu pengurus OSIS. (GR23 & RN12)


Reporter : Febriani
Gabriella Reinaldo
Editor : Yumesa Fadilla Riyanto
Read more ...

Benarkah, Mereka Berbakti Tanpa Lahir ???


           
Alumni SMA 1 Batusangkar - Shaddiq Pasadigoe
 

              Batusangkar, Paradise Magz – Sabtu (14/11), SMA 1 Batusangkar telah menerbitkan banyak alumni yang sukes. Mantan Bupati Tanah Datar yakninya, M. Shaddiq Pasadigoe, merupakan salah satu hasil cetakan SMA 1 Batusangkar, yang tentunya telah meraih kesuksesan bagaikan harta karun yang terpendam. Beliau memulai pakaian abu-abunya di SMA 1 Batusangkar pada tahun 1976 dan meninggalkan sekolah tercintanya tersebut pada tahun 1980.
            “Semua orang pasti ingin berbakti kepada almamaternya apalagi alumni yang kondisinya sekarang sudah sukses , ” ujar beliau. Contoh kebaktian alumni yang telah diberikan alumni kepada SMA 1 Batusangkar seperti yang telah diucapkan M. Shaddiq Pasadigoe adalah memberikan bantuan berupa dana untuk pembangunan sekolah. Tujuan alumni memberikan bantuan kepada sekolah tercintanya adalah untuk menjadikan SMA 1 Batusangkar menjadi lebih bagus, maju , dan baik.

            “ Sukses diraih oleh kemauan sendiri , karena kalau kita pelajari dari teman-teman yang meraih prestasi di SMA dengan akademis yang mereka kuasai , terkadang setelah mereka bekerja dan berkarir ada juga yang tidak berhasil , untuk itu, kita harus mempunyai daya saing yang tinggi.  Disamping keberuntungan, tentunya ada penempatan diri setelah bekerja , ” ujar M. Shaddiq Pasadigoe. 

            Seperti halnya yang telah diucapkan M. Shaddiq Pasadigoe mengenai kesuksesan dapat diraih oleh kemauan sendiri, untuk meraih kesuksesan, tentunya harus diiringi dengan cara belajar yang baik dan ketekunan yang sungguh. “ Giat belajar merupakan permasalahan pendidikan yang marak terjadi , dan dapat diatasi dengan kemauan dan dorongan diri ,” pendapat M. Shaddiq Pasadigoe. 

            SMA 1 Batusangkar terkenal dengan hubungan kekerabatan yang kuat antar alumni. Kekerabatan yang terjalin tidak hanya antar alumni di tahun tamatannya masing-masing , tetapi terjalin antar semua alumni dari masa ke masa. Cara mereka menjalin kekerabatan adalah dengan menjalin silahturahmi. Guru-guru SMA 1 Batusangkar , sangat menekankan dan berharap kepada semua siswanya , baik yang masih menjabat di SMA 1 Batusangkar maupun telah menjadi lulusan SMA 1 Batusangkar dapat menjalin kekerabatan yang baik . Semua alumni yang telah dicetak SMA 1 Batusangkar umumnya banyak yang telah menaklukan perguruan tinggi tekenal bahkan sampai keluar negeri , oleh karena itu , guru-guru SMA 1 Batusangkar mengarahkan alumninya untuk membimbing adik-adiknya yang masih berjuang mengejar cita-citanya dalam memilih perguruan tinggi yang sesuai.   
           
            Para alumni sampai saat ini masih terus memantau perkembangan adik-adiknya di SMA 1 Batusangkar . Setelah memantau perkembangan tersebut, tentunya mereka tahu bagaimana kemajuan yang terjadi di SMA 1 Batusangkar . Disepanjang berjalannya kemajuan tersebut, tentunya banyak bebatuan dan rintangan yang dihadapi adik-adiknya . Agar hal tersebut dapat terkendali , para alumni menitipkan harapannya kepada adik-adiknya dan guru-guru. “ Harapan saya agar SMA 1 Batusangkar tetap menjadi SMA yang terbaik di Tanah Datar, jumlah siswa yang lulus perguruan tinggi dapat semakin di tingkatkan , permasalahan-permasalahan siswa yang dialami dalam menyongsong setiap ujian yang akan dilaksanakan hendaknya dapat ditopang oleh guru dan mengenai pembiayaan dapat melalui dana BOS serta seluruh siswa yang berbakat di bidang non akademik dapat dilakukan pembinaan dan kegiatan sehingga disaat kuliah mereka tidak merasa canggung dan bisa tampil dan berbuat dengan baik ,” ungkapan M. Shaddiq Pasadigoe.

            Begitulah kepedulian yang timbul oleh pemilik almamater lama kepada calon almamater muda. (nam31/na32)

Presenter :  1. Nabilla Putri Mayrisca 
                      2. Nadia Agustin                               
Editor : Yumesa Fadilla Riyanto
Read more ...

DBPBS – BAJU BAGANTI JUO

Penghormatan Anggota Baru DBPBS

       Batusangkar, Paradise Magz – Rabu (04/11), kata pelantikan sudah tak asing lagi di telinga kita, pelantikan sudah menjadi program tahunan bagi organisasi - organisasi yang ada di sekitar kita. Tak heran, setiap tahunya selalu ada pelantikan bagi organisasi guna memindahkan kepengurusan . Setiap organisasi memiliki cara tersendiri untuk melakukan pelantikan anggotanya, tak selalu pelantikan itu dilakukan dengan cara yang formal, ada beberapa organisasi yang melakukan pemindahan kepengurusan  dengan kegiatan yang sangat menantang, seperti hiking, arum jeram, menjajaki lingkungan sekitar, guna menambah wawasan, kekompakkan, dan solidaritas antar kepengurusan beserta pembinanya.  

            Tak mau kalah, DBPBS ( Drum Band Pertiwi Bhara Smaragita) melakukan pemindahan kepengurusan resmi melalui kegiatan-kegiatan yang menantang. Kegiatan pelantikan dikemas oleh pembinaan, pelatih harian, dan senior se-menarik mungkin. Pelantikan DBPBS dilaksanakan pada Minggu, 25 Oktober 2015. Pelantikan ini dibuat berbagai rintangan yang dimulai pada jam 07.00, para anggota yang akan di lantik dibekalai dengan berbagai atribut yang telah ditentukan oleh panitia sebelum pelantikan. Para anggota dibuat bebereapa regu, yang setiap regunya terdiri dari 10 anggota. Kegiatan dimulai ketika anggota dilakukan pengecekan atribut satu persatu, masing-masing regu oleh panitia. 

Masing-masing regu memiliki pengawas yang akan mengarahkan perjalanan yang akan dilalui oleh anggota. Pertama-tama anggota berjalan kaki dari SMA 1 Batusangkar menuju jalan depan SMP 2 lalu memasuki gerbang SMK Progresif. Setiap regu melanjutkan perjalanan memasuki sungai, hutan, sampai irigasi. Sebelum itu setiap anggota di suruh menutup mata oleh senior, anggota laki-laki dalam masing-masing regu diperintahkan merayap dalam irigasi tersebut. Setelah sampai di ekor sawah, para anggota di instruksikan dengan instruksi suara untuk masuk ketengah-tengah sawah. 

Di tengah-tengah sawah mereka diganggu oleh pengawas harian untuk mengacaukan kosentrasi para anggota guna menambah keseruan dan kekompakan anggota dalam mempertahankan regunya dalam sawah. Ada anggota regu berlumuran, bermandikan dengan lumpur sawah, tentunya hal itu di bawah pengawasan pembina.
            Perjalanan dilanjutkan masuk ke dalam sungai agar membersihkan diri mereka masing-masing. Namun, masih dalam keadaan mata tertutup. Sesampai di tempat pelantikan, anggota-anggota baru dilantik oleh wakil kesiswaan. Dengan dilantiknya anggota-anggota baru oleh wakil kesiswaan memberikan label baru bagi anggota tersebut. Mereka  anggota baru telah resmi menjadi anggota DBPBS yang akan mengikuti berbagai suasana dalam DBPBS baik sedih, sendu, haru, dan canda tawa yang akan mereka lalui di kemudian hari. (rfa35)

Reporter : Revina Fitri Amelia
Editor : Yumesa Fadilla Riyanto
Read more ...

MENGEJAR IMPIAN SENDIRI



            Batusangkar, Paradise Magz- “Des,” merupakan panggilan yang kerap dilontarkan oleh siswa kelas XII terhadap guru kimia kita ini, dan “Des” juga panggilan baginya di kalangan teman sejawat. Efri Desni, guru kelahiran 10 Oktober 1958 ini, lahir dan bertempat tinggal di Pasir Lawas.

Perjuangan meniti jenjang pendidikan dimulainya di SD Negeri Pasir Lawas. Bukittinggi menjadi pilihan bagi beliau dalam melanjutkan pembelajarannya untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Namun, sejak memasuki tingkat pendidikan menengah pertama, ia sudah terpisah dari ibunya dan tinggal bersama ayahnya. Kendati seragam putih abu-abu hendak ditinggalkan, beliau berfikir untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan dan pembelajaran yang lebih tinggi. Keinginan untuk melamar ke perguruan tinggi “UI” yang tidak bisa untuk dicapai karena tidak adanya restu orangtua dan faktor jarak yang cukup jauh,membuat beliau menempatkan pilihannya di UNAND dengan pilihan jurusan farmasi. Efri Desni harus putar otak kembali, karena sekali lagi orang tuanya tidak merestui. Berkat saran dari sang paman, beliau menetapkan pilihan terakhirnya untuk kuliah di perguruan tinggi IKIP, meskipun ada sedikit kejanggalan dalam hatinya. Kejanggalan tersebut timbul diakibatkan karena teman-teman sejawat beliau tidak ada yang satu perguruan dan lebih memilih untuk kuliah di UNAND dan luar Jawa.

 Saran yang terucap dari bibir seorang Efri Desni adalah untuk melanjutkan pendidikan, restu orang tua sangatlah penting. Serta harus memikirkan bagaimana kedepannya. Kita tidak harus kuliah di PTN favorit, tetapi harus sesuai dengan kemampuan yang kita miliki, dan kesuksesan yang diraih seseorang tidak berdasarkan kuliah di tempat favorit.

            Dra. Efri Desni, untuk pertama kalinya mengaplikasikan ilmu yang ia punya di Lintau dimulai dari tahun 1981 – 1991, dan setelah itu, beliau dipindah tugaskan ke SMA 1 Batusangkar dan seperti yang kita ketahui sekarang, beliau mengajar kimia. Kesenangan beliau akan kurikulum 1994, dikarenakan kurikulum tersebut memiliki kemiripan dengan kurikulum 2013. Perbedaan yang mendasar hanyalah kurikulum 2013 lebih berhubungan dengan kehidupan sehari-hari serta hubungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa . 

            Rintangan dan hambatan tentunya selalu menimpa setiap insan. Terlebih lagi terhadap seorang tenaga pendidik. Beliau menuturkan bahwa permasalahan yang dihadapinya selama proses belajar mengajar, dikarenakan kurangnya penghayatan serta pemahaman akan suatu mata pelajaran. Hal yang masih tersimpan di benaknya sampai saat ini adalah keberhasilan seseorang tidak ditentukan oleh sikap dan karakter yang  dimilikiny, tetapi bagaimana usaha orang tersebut dalam mencapai impian dan cita-citanya.

            Seorang guru pastilah ingin berbuat yang terbaik bagi murid-muridnya. Nasihat  beliau kepada anak didiknya ialah agar mereka selalu gigih dalam belajar, selalu rajin, dan ikutilah kemauan diri sendiri bukan keinginan orang lain. Toh,  kita tidak akan pernah berhasil jika kita mengejar impian orang lain bukan impian kita sendiri. (RN12 dan GR23)


Reporter : Febriani
Gabriella Reinaldo
Editor : Hudiyah Amni
Read more ...
Designed By Mr. Miko