Journey1Batusangkar - Dari sekian banyak sebutan terhadap organisasi ini,
Forum Studi Islam (FSI) merupakan nama paling populer. Bahkan ketika
disebut FSI saja, semua yang mendengarkan telah mempunyai gambaran yang
sama tentang apa yang dimaksudkan.
FSI merupakan salah satu kegiatan ekstra-kurikuler yang menjadikan
nilai-nilai keislaman sebagai ciri khas organisasi ini dibanding
lembaga-lembaga lainnya. Walau bermula dari lingkungan
kampus—mahasiswa, namun sekarang fenomena FSI juga berkembang di
sekolah-sekolah.
Fenomena FSI sedikit banyak telah memberikan nuansa baru dalam
kehidupan masyarakat muslim di Indonesia, khususnya kalangan mahasiswa.
FSI berupaya menjadikan aktivisnya sebagai cerminan lengkap tentang
gambaran seorang muslim. Islam tak hanya soal ritual belaka, tapi ritual
itu hendaknya memengaruhi tingkah perilaku pemeluknya untuk hidup
islami. Pun demikian dengan ajaran-ajaran Islam lainnya. Kesempurnaan
nilai dan luasnya cakupan aturan Islam diyakini sebagai solusi nyata
untuk kehidupan yang paling baik.
Akan tetapi dalam perjalanannya memasuki tahun-tahun terakhir ini, organisasi ini tak lebih dari sekadar event organizer
yang sibuk mengangkatkan sedikit acara ini dan kegiatan itu sebagai
bukti eksistensinya. Sering pula yang sedikit itu tanpa persiapan matang
sehingga jauh dari kata sukses hingga sepi peminat. Samar sekali
gaungnya menyuarakan kebenaran Islam. Parahnya, kesan kuat bahwa
organisasi ini sebagai perpanjangan tangan partai politik tertentu
tidak dapat lagi disembunyikan.
FSI sebagai pelaku sejarah mau tidak mau juga mengalami proses
sejarah. Kemunduran sebagai oposisi kemajuan, merupakan fitrah dalam
perjalanan kehidupan setiap komunitas. Untuk menjadi pelajaran berharga
hingga ke depan lebih baik lagi. Setiap peristiwa selalu saja mempunyai
hikmah yang dapat dipetik. Terkadang memang terlambat untuk mendulang
hikmah sejarah itu, atau sama sekali mengabaikannya karena terlalu
sibuk memikirkan masa depan hingga tak sempat sejenak saja menapaktilasi
peristiwa masa lampau.
Di antara faktor utama—mungkin juga terutama—penyebab kemunduran FSI
adalah ketidak tahuan para penggiat atas nama organisasi ini sendiri.
Ketidak tahuan terhadap nama ini menunjukkan krisis identitas, sehingga
dalam aktivitasnya terjadi kekaburan gerak yang digunakan dalam mencapai
tujuan-tujuannya. Padahal untuk meraih keinginan, semestinya
disesuaikan dengan kadar kemampuan diri. Mengenali kadar diri tak lain
tak bukan beranjak dari pengetahuan atas diri sendiri. Nama adalah
cerminan sederhana, namun sarat makna.
Apa yang terlintas dalam pikiran jika disebut Forum Studi Islam atau
FSI? Mahasiswa berjenggot dan mahasiswi berjilbab lebar? Mahasiswa
yang tinggi semangat keislamannya? Yang berkomitmen atas agamanya? Jika
jawabannya ya, maka sama sekali tidak salah walau tidak pula sepenuhnya
benar. Tak sepenuhnya benar bagaimana? Tak sepenuhnya benar karena
jawaban-jawaban tadi merupakan sekilas hasil pengamatan visual saja.
Seharusnya, ketika disebutkan FSI, pertama kali yang harus dilakukan
adalah memahami arti harfiah dari FSI itu sendiri. Forum bermakna
wadah, tempat bertukar pikiran. Studi berarti pembelajaran atau
pengkajian. Islam adala agama keselamatan. Jadi dapat dikatakan bahwa
Forum Studi Islam adalah suatu organisasi yang mengkaji Islam.
Pertanyaannya adalah sudahkah FSI dalam kegiatan-kegiatannya
mencerminkan hal seperti itu?
Sejauh ini belum ditemukan rancangan kegiatan FSI yang berorientasi
pada bidang keilmuan Islam secara rinci. Kalaupun ada itu baru sebatas
pada pembentukan wacana, seperti kegiatan tatsqif (majelis ilmu
sekali sepekan dengan topik berbeda di setiap pertemuan) dan
sejenisnya. Padahal untuk kalangan civitas akademika bukan merupakan
hal yang sulit jika Islam dipelajari dengan disiplin ilmu tertentu
seperti tujuh dasar keilmuan Islam yang wajib bagi setiap muslim bahasa
Arab, ilmu Akidah, ilmu Alquran, ilmu Sunah, ilmu Usul Fikih dan Fikih,
serta ilmu Akhlak. Memang demikianlah seharusnya.
Akan tetapi, selalu saja ada banyak alasan bagi kalangan terdidik ini
sehingga mempelajari Islam dengan tujuh disiplin ilmu di atas dirasa
memberatkan. Tanggung jawab perkuliahan saja sudah menyita hampir
semua waktu. Menjadi sangat menyusahkan bila harus pula menambah
tanggungan baru dengan menekuni disiplin-disiplin ilmu tersebut. Belum
lagi jika kesibukan lain seperti rapat, mengangkatkan suatu acara, dan
sebagainya. Benar-benar terlihat tidak mungkin.
Sejatinya, alasan-alasan itu seharusnya tidak menjadi dalih untuk
tidak mempelajari Islam melalui berbagai disiplin ilmunya. Sampai kapan
pun, selaku penyeru Islam akan selalu saja ada amal dakwah yang memang
menyita tenaga, waktu dan pikiran. Lalu kapan akan belajar jika
alasan-alasan itu tetap saja diperdengarkan?
Bukankah Alquran berbahasa Arab? Demikian juga Sunah yang terekam dalam kitab-kitab hadis muktabar.
Apatah lagi dengan buah karya para ulama sejak zaman awal Islam hingga
masa ini. Hampir semua referensi utama tentang Islam termaktub dalam
bahasa Arab, baru sebagian kecil saja yang telah diterjemahkan.
Sedangkan karya terjemahan selalu saja tidak sepenuhnya menggambarkan
secara utuh sumber aslinya. Islam apa pula yang mau didakwahkan—aktivis
FSI menganggap diri mereka sebagai kader dakwah atau dai— jika sekiranya
kepahaman Islam yang diperoleh baru sebatas hasil terjemahan dari pihak
kesekian?
Anggaplah sudah mempelajari dan menguasai bahasa pengantar Islam
ini, lalu apakah Alquran dan Sunah sebagai dua sumber mata air Islam
dapat begitu saja dibaca, ditelaah dan diamalkan kandungannya? Tentu
saja tidak, enam disiplin ilmu lain tadi akan membimbing bagaimana
memahami Islam dengan benar. Agar terhindar dari kedangkalan pemikiran,
ketergesa-gesaan dalam menyimpulkan, dan parahnya berujung pada
kesesatan dan menyesatkan.
Terutamanya untuk kalangan intelektual—mahasiswa, lebih-lebih lagi
bagi yang mengaku mengemban amanah dakwah, menjadi pertanyaan mendasar
tentang bidang keilmuan lain yang dipelajari dengan detil, melakukan
riset ini dan itu, bahkan hingga meraih gelar tertinggi dalam bidang
ilmu tersebut, mengapa tidak melakukan hal yang sama—seharusnya
lebih—dalam mempelajari agama mulia ini? Apakah merasa cukup dengan
pengetahuan agama yang diperoleh dulunya pada jenjang pendidikan
dasar? Kemudian ditambah secuil materi selama perkuliahan di
universitas? Atau cukuplah taklid saja pada keterangan para ustad?
Apapun pembinaan Islam yang dijalani, terlepas itu FSI atau bukan, ada tiga hal yang menjadi sorotan utama; Pertama, apakah para terbina dibekali dengan keilmuan Islam—bukan isu keislaman? Kedua, adakah wadah pembinaan itu mempunyai program-program yang jelas dalam pengajaran ilmu keislaman tadi? Ketiga, sudahkah para pembinanya adalah orang-orang yang menguasai dan memahami keilmuan Islam tersebut?
Bisa saja para terbina akan dibekali dengan keilmuan Islam, tetapi
wadah itu tidak mempunyai program yang jelas untuk mewujudkannya. Boleh
jadi para pembinanya adalah mereka yang berpengetahuan, namun tak
sedikit pun menggesa yang terbina agar berpengetahuan juga. Tanpa
disadari mereka ini menikmati singgasana ketahuan di atas kebodohan
pengikutnya.
Jika nuansa keilmuan islam telah benar-benar hidup dan semarak, maka
kemajuan merupakan suatu kenicayaan. Islam tak lagi dikenali dari
simbol-simbolnya saja, tetapi lebih pada keharmonisan pemahaman yang
benar beserta cerimanan akhlak qur’ani. Tentu lebih dahulu
dimulai dari para penggiat itu sendiri yang menyerukan pembaharuan
peradaban dengan nilai luhur Islam. Diharapkan pemimpin-pemimpin
harapan masa datang lahir dari rahim organisasi ini.
Walaupun memang, kekeliruan-kekeliruan pasti saja akan tetap
terperbuat dalam perjalanan mencapai tujuan, namun mampu dihindarkan
dengan segera karena kawalan ilmu. Penumpang-penumpang gelap dapat
disisihkan. Pun dengan para penunggang yang menyabotase arah dan laju
organisasi ini. Pengalaman dari dari kesalahan-kesalahan ini menjadi
pelajaran berharga dan eksperimen aplikatif sebagai penyempurna bekal
ilmu yang dalam banyak hal terkesan berkutat pada tataran teoritis
belaka.
Sesungguhnya kebaikan itu hanyalah ada dalam agama Islam. Menjadi
pilihan tanpa tawaran lain untuk memahaminya dengan benar. Belajar
merupakan cara utama ke arah sana, karena ilmu adalah dengan belajar, al ‘ilm bi at-ta’allum.
Nabi bersabda, “Sesiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan,
maka Dia akan mejadikannya paham tentang agama. Umar mengatakan,
“Pelajarilah ilmu (agama) itu sebelum kalian menjadi diangkat menjadi
pemimpin. Sungguh para sahabat Nabi tetap menuntut ilmu walau mereka
sudah berusia lanjut.” (mats inakri)
|
Breaking News
Jumat, 12 Februari 2016
Meluruskan Konsep Forum Study Islam
Rabu, 03 Februari 2016
Seujung Kuku tuk Hal Yang Berharga
HARI GURU - Tampak kecerian pada wajahnya ketika mereka akan lahir |
Batusangkar, Paradise
Magz - (25/11), “Kehadiranmu, bagai pelita
dalam gelap gulita, bagai embun di padang gersang, bagai cahaya
dalam suramnya malam. Sosok yang tiada henti menyalurkan kasih
sayang, ketulusan, dan kelembutan
tanpa pamrih, tak terbersit pikiranmu menuntut balas terhadap apa yang telah
engkau salurkan, walaupun besar pengorbanan yang kau berikan. Hatimu bagaikan
berlian putih berkilau, memancarkan kilauan, dan hati baja yang tak pernah lebur tersentuh api, seakan tak ada goresan nyata di
hati bajamu. Betapa mulia
dirimu, pahlawan
tanpa tanda jasa (guru).
Pahlawan tanpa jasa, sebutan khusus yang di persembahkan kepada malaikat pengiring success, yakni guru. Apabila
terdapat rumus untuk menghitung
banyak kepedihan dan ketulusan yang di berikan guru, tentu rumit untuk
mendapatkan kebenaran dari rumus
tersebut. Walaupun ada alat hitung sekalipun,
takkan bisa memberikan hasil yang sempurna dengan kenyataan yang guru
alami.
Guru memang tidak pernah menuntut bayaran
atas berlian yang telah ia
berikan, sekalipun berlian itu mahal.
Tapi, apakah siswa sanggup menerima hadiah
besar itu dengan tangan kanan saja?
Tentunya, diperlukan tangan kiri
untuk menopang hadiah besar itu.
Sulit untuk mendapatkan tangan kiri yang
mampu menopang berlian tersebut agar
seimbang dan tidak jatuh hancur. Sedikit demi sedikit, tangan kiri tersebut harus mampu melakukannya. Untuk itu, agar tangan kiri siswa dapat menopang
pemberian besar dari guru, maka siswa berusaha untuk membalas tujuan baik guru
tersebut.
25 November, adalah peluang baik bagi siswa nusantara untuk menunjukkan kecintaannya
terhadap guru. Dimana, tanggal tersebut merupakan ulang tahun guru
se-Indonesia. Siswa berlomba-lomba untuk mencari dan melatih tangan kiri yang mampu untuk
menyeimbangi hadiah yang selama ini
di topang dengan tangan kanan, banyak
hal yang dilakukan oleh siswa nasional, terutama SMA 1 Batusangkar.
Perayaan tahun
ini, SMA 1
Batusangkar mengadakan acara unique, yaitu menghias kue
dan membuat onde-onde. Apanya yang unique ??? :/ . Menghias kue dan membuat onde-onde adalah kegiatan
yang menyangkut wanita. Nahhh... di
sini nih yang unique nya, menghias kue masih tetap dilakukan guru-guru perempuan,
daaaannn ..... guru laki-lakilah yang
mendapat giliran membuat onde-onde. :D :)) . Selain itu, pelepasan balon juga
mengisi keunikan dari perayaan tersebut. Saat itu, bayangan-bayangan malaikat
tampak dari pancaran senyum dan tawa yang menghiasi wajah lembut sang guru.
Perayaan kali ini, merupakan perayaan ke puluhan kali lebih yang telah
diselenggarakan di SMA 1 Batusangkar. Tentu, ada perubahan yang dirasakan oleh
guru maupun siswa dari tiap perayaan tersebut. “Perayaan Hari Guru Nasional
2015 kali ini cukup meriah. Tetapi sebaiknya, upacara juga turut menghiasi kemeriahan tersebut, dimana guru-lah yang menjadi pelaksana upacara tersebut, serta siswa menjadi peserta
upacara, dari sanalah
siswa bisa mempelajari,
bagaimana pelaksanaan upacara yang baik dan benar,” pendapat tegas Sakirman, salah satu guru SMA 1 Batusangkar.
Acara perayaan tersebut lancar,
tentu diperlukan pengorbanan dari organisasi sekolah (OSIS). Semua kegiatan
perayaan tersebut, merupakan rencana dari schedule
yang telah disusun. “ Acara perayaan tahun ini, lebih seru, dan semua guru turut berpartisipasi menyemarakkan kegiatan tersebut, walaupun
tema yang digunakan pada tahun ini sama dengan perayaan tahun sebelumnya, yaitu bertemakan “masakan,” tetapi acara
tahun ini lebih bervariasi dan berkreasi, hanya saja, kendala yang timbul adalah waktu, dimana tidak sesuai dengan yang direncanakan. Saran kami
untuk kedepannya, lebih ditingkatkan lagi, mempersiapkan
sarana dan prasarana lebih baik lagi, dan tepat
waktu dalam pelaksanaan,” pernyataan manis salah satu pengurus OSIS. (GR23 & RN12)
Reporter : Febriani
Gabriella Reinaldo
Editor : Yumesa Fadilla Riyanto
Benarkah, Mereka Berbakti Tanpa Lahir ???
Alumni SMA 1 Batusangkar - Shaddiq Pasadigoe |
Batusangkar, Paradise Magz – Sabtu (14/11), SMA 1 Batusangkar telah menerbitkan banyak alumni yang sukes. Mantan Bupati Tanah Datar yakninya, M. Shaddiq Pasadigoe, merupakan salah satu hasil cetakan SMA 1 Batusangkar, yang tentunya telah meraih kesuksesan bagaikan harta karun yang terpendam. Beliau memulai pakaian abu-abunya di SMA 1 Batusangkar pada tahun 1976 dan meninggalkan sekolah tercintanya tersebut pada tahun 1980.
“Semua orang pasti ingin berbakti
kepada almamaternya apalagi alumni yang kondisinya sekarang sudah sukses , ”
ujar beliau. Contoh kebaktian alumni yang telah diberikan alumni kepada SMA 1 Batusangkar
seperti yang telah diucapkan M. Shaddiq Pasadigoe adalah memberikan bantuan
berupa dana untuk pembangunan sekolah. Tujuan alumni memberikan bantuan kepada
sekolah tercintanya adalah untuk menjadikan SMA 1 Batusangkar menjadi lebih
bagus, maju , dan baik.
“ Sukses diraih oleh kemauan sendiri
, karena kalau kita pelajari dari teman-teman yang meraih prestasi di SMA
dengan akademis yang mereka kuasai , terkadang setelah mereka bekerja dan
berkarir ada juga yang tidak berhasil , untuk itu, kita harus mempunyai daya
saing yang tinggi. Disamping keberuntungan,
tentunya ada penempatan diri setelah bekerja , ” ujar M. Shaddiq Pasadigoe.
Seperti halnya yang telah diucapkan M.
Shaddiq Pasadigoe mengenai kesuksesan dapat diraih oleh kemauan sendiri, untuk
meraih kesuksesan, tentunya harus diiringi dengan cara belajar yang baik dan
ketekunan yang sungguh. “ Giat belajar merupakan permasalahan pendidikan yang
marak terjadi , dan dapat diatasi dengan kemauan dan dorongan diri ,” pendapat
M. Shaddiq Pasadigoe.
SMA 1 Batusangkar terkenal dengan
hubungan kekerabatan yang kuat antar alumni. Kekerabatan yang terjalin tidak
hanya antar alumni di tahun tamatannya masing-masing , tetapi terjalin antar
semua alumni dari masa ke masa. Cara mereka menjalin kekerabatan adalah dengan
menjalin silahturahmi. Guru-guru SMA 1 Batusangkar , sangat menekankan dan
berharap kepada semua siswanya , baik yang masih menjabat di SMA 1 Batusangkar maupun telah menjadi lulusan SMA 1 Batusangkar dapat menjalin
kekerabatan yang baik . Semua alumni yang telah dicetak SMA 1 Batusangkar umumnya
banyak yang telah menaklukan perguruan
tinggi tekenal bahkan sampai keluar negeri , oleh karena itu , guru-guru SMA 1 Batusangkar
mengarahkan alumninya untuk membimbing adik-adiknya yang masih berjuang mengejar cita-citanya dalam
memilih perguruan tinggi yang sesuai.
Para alumni sampai saat ini masih
terus memantau perkembangan adik-adiknya di SMA 1 Batusangkar . Setelah
memantau perkembangan tersebut, tentunya mereka tahu bagaimana kemajuan yang
terjadi di SMA 1 Batusangkar . Disepanjang berjalannya kemajuan tersebut,
tentunya banyak bebatuan dan rintangan yang
dihadapi adik-adiknya . Agar hal tersebut dapat terkendali , para alumni
menitipkan harapannya kepada adik-adiknya dan guru-guru. “ Harapan saya agar
SMA 1 Batusangkar tetap menjadi SMA yang terbaik di Tanah Datar, jumlah siswa
yang lulus perguruan tinggi dapat semakin di tingkatkan ,
permasalahan-permasalahan siswa yang dialami dalam menyongsong setiap ujian yang akan dilaksanakan hendaknya dapat
ditopang oleh guru dan mengenai pembiayaan dapat melalui dana BOS serta seluruh
siswa yang berbakat di bidang non akademik dapat dilakukan pembinaan dan
kegiatan sehingga disaat kuliah mereka tidak merasa canggung dan bisa tampil
dan berbuat dengan baik ,” ungkapan M. Shaddiq Pasadigoe.
Begitulah kepedulian yang timbul
oleh pemilik almamater lama kepada
calon almamater muda. (nam31/na32)
Presenter : 1. Nabilla Putri
Mayrisca
2. Nadia
Agustin
Editor : Yumesa Fadilla
Riyanto
DBPBS – BAJU BAGANTI JUO
Penghormatan Anggota Baru DBPBS |
Batusangkar,
Paradise Magz – Rabu (04/11), kata
pelantikan sudah tak asing lagi di telinga kita, pelantikan sudah menjadi
program tahunan bagi organisasi - organisasi yang ada di sekitar kita. Tak
heran, setiap tahunya selalu ada pelantikan bagi organisasi guna memindahkan
kepengurusan . Setiap organisasi memiliki cara tersendiri untuk melakukan
pelantikan anggotanya, tak selalu pelantikan itu dilakukan dengan cara yang
formal, ada beberapa organisasi yang melakukan pemindahan kepengurusan dengan kegiatan yang sangat menantang, seperti
hiking, arum jeram, menjajaki
lingkungan sekitar, guna menambah wawasan, kekompakkan, dan solidaritas antar
kepengurusan beserta pembinanya.
Tak
mau kalah, DBPBS ( Drum Band Pertiwi Bhara Smaragita) melakukan pemindahan
kepengurusan resmi melalui kegiatan-kegiatan yang menantang. Kegiatan
pelantikan dikemas oleh pembinaan, pelatih harian, dan senior se-menarik
mungkin. Pelantikan DBPBS dilaksanakan pada Minggu, 25 Oktober 2015. Pelantikan
ini dibuat berbagai rintangan yang dimulai pada jam 07.00, para anggota yang
akan di lantik dibekalai dengan berbagai atribut yang telah ditentukan oleh
panitia sebelum pelantikan. Para anggota dibuat bebereapa regu, yang setiap
regunya terdiri dari 10 anggota. Kegiatan dimulai ketika anggota dilakukan
pengecekan atribut satu persatu, masing-masing regu oleh panitia.
Masing-masing
regu memiliki pengawas yang akan mengarahkan perjalanan yang akan dilalui oleh
anggota. Pertama-tama anggota berjalan kaki dari SMA 1 Batusangkar menuju jalan
depan SMP 2 lalu memasuki gerbang SMK Progresif. Setiap regu melanjutkan
perjalanan memasuki sungai, hutan, sampai irigasi. Sebelum itu setiap anggota
di suruh menutup mata oleh senior, anggota laki-laki dalam masing-masing regu
diperintahkan merayap dalam irigasi tersebut. Setelah sampai di ekor sawah,
para anggota di instruksikan dengan instruksi suara untuk masuk ketengah-tengah
sawah.
Di
tengah-tengah sawah mereka diganggu oleh pengawas harian untuk mengacaukan
kosentrasi para anggota guna menambah keseruan dan kekompakan anggota dalam
mempertahankan regunya dalam sawah. Ada anggota regu berlumuran, bermandikan
dengan lumpur sawah, tentunya hal itu di bawah pengawasan pembina.
Perjalanan dilanjutkan masuk ke dalam
sungai agar membersihkan diri mereka masing-masing. Namun, masih dalam keadaan
mata tertutup. Sesampai di tempat pelantikan, anggota-anggota baru dilantik
oleh wakil kesiswaan. Dengan dilantiknya anggota-anggota baru oleh wakil
kesiswaan memberikan label baru bagi anggota tersebut. Mereka anggota baru telah resmi menjadi anggota
DBPBS yang akan mengikuti berbagai suasana dalam DBPBS baik sedih, sendu, haru,
dan canda tawa yang akan mereka lalui di kemudian hari. (rfa35)
Reporter :
Revina Fitri Amelia
Editor : Yumesa
Fadilla Riyanto
MENGEJAR IMPIAN SENDIRI
Batusangkar, Paradise Magz- “Des,” merupakan panggilan yang kerap dilontarkan
oleh siswa kelas XII terhadap guru kimia kita ini, dan “Des” juga panggilan
baginya di kalangan teman sejawat. Efri Desni, guru kelahiran 10 Oktober 1958
ini, lahir dan bertempat tinggal di Pasir Lawas.
Perjuangan meniti jenjang pendidikan dimulainya di SD
Negeri Pasir Lawas. Bukittinggi menjadi pilihan bagi beliau dalam melanjutkan
pembelajarannya untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.
Namun, sejak memasuki tingkat pendidikan menengah pertama, ia sudah terpisah
dari ibunya dan tinggal bersama ayahnya. Kendati seragam putih abu-abu hendak
ditinggalkan, beliau berfikir untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan dan
pembelajaran yang lebih tinggi. Keinginan untuk melamar ke perguruan tinggi
“UI” yang tidak bisa untuk dicapai karena tidak adanya restu orangtua dan
faktor jarak yang cukup jauh,membuat beliau menempatkan pilihannya di UNAND dengan
pilihan jurusan farmasi. Efri Desni harus putar otak kembali, karena sekali
lagi orang tuanya tidak merestui. Berkat saran dari sang paman, beliau
menetapkan pilihan terakhirnya untuk kuliah di perguruan tinggi IKIP, meskipun
ada sedikit kejanggalan dalam hatinya. Kejanggalan tersebut timbul diakibatkan
karena teman-teman sejawat beliau tidak ada yang satu perguruan dan lebih
memilih untuk kuliah di UNAND dan luar Jawa.
Saran yang
terucap dari bibir seorang Efri Desni adalah untuk melanjutkan pendidikan,
restu orang tua sangatlah penting. Serta harus memikirkan bagaimana kedepannya.
Kita tidak harus kuliah di PTN favorit, tetapi harus sesuai dengan kemampuan
yang kita miliki, dan kesuksesan yang diraih seseorang tidak berdasarkan kuliah
di tempat favorit.
Dra.
Efri Desni, untuk pertama kalinya mengaplikasikan ilmu yang ia punya di Lintau
dimulai dari tahun 1981 – 1991, dan setelah itu, beliau dipindah tugaskan ke
SMA 1 Batusangkar dan seperti yang kita ketahui sekarang, beliau mengajar
kimia. Kesenangan beliau akan kurikulum 1994, dikarenakan kurikulum tersebut
memiliki kemiripan dengan kurikulum 2013. Perbedaan yang mendasar hanyalah
kurikulum 2013 lebih berhubungan dengan kehidupan sehari-hari serta hubungan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa .
Rintangan
dan hambatan tentunya selalu menimpa setiap insan. Terlebih lagi terhadap
seorang tenaga pendidik. Beliau menuturkan bahwa permasalahan yang dihadapinya
selama proses belajar mengajar, dikarenakan kurangnya penghayatan serta
pemahaman akan suatu mata pelajaran. Hal yang masih tersimpan di benaknya sampai
saat ini adalah keberhasilan seseorang tidak ditentukan oleh sikap dan karakter
yang dimilikiny, tetapi bagaimana usaha
orang tersebut dalam mencapai impian dan cita-citanya.
Seorang
guru pastilah ingin berbuat yang terbaik bagi murid-muridnya. Nasihat beliau kepada anak didiknya ialah agar mereka
selalu gigih dalam belajar, selalu rajin, dan ikutilah kemauan diri sendiri
bukan keinginan orang lain. Toh, kita tidak akan pernah berhasil jika kita
mengejar impian orang lain bukan impian kita sendiri. (RN12 dan GR23)
Reporter : Febriani
Gabriella Reinaldo
Editor : Hudiyah Amni
Langganan:
Postingan (Atom)